Masa Hindu-Budha di Indonesia

 Siapa yang membawanya masuk ke Indonesia


Teori Waisya dikemukakan oleh NJ. Krom. Ia menyebutkan bahwa proses masuknya kebudayaan Hindu-Buddha dibawah oleh pedagang India.

Para pedagang India yang berdagang di Indonesia menyesuaikan dengan angin musim. Sambil menunggu perubahan arah angin, mereka dalam waktu tertentu menetap di Indonesia.

Selama para pedagang India tersebut menetap di Indonesia, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi.

Menurut NJ. Krom, mulai dari sini pengaruh kebudayaan India menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Ada tiga pendapat mengenai proses penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan ksatria, yaitu:

1. C.C. Berg
Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria yang turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Para ksatrian India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantuk kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai.

Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara merekan yang kemudian dinikahkan dengan salah satuputri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya.

Dari perkawinan itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Buddha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu-Buddha dalam kerajaan di Indonesia.

2. Mookerji
Sama seperti Berg, Mookerji juga mengatakan bahwa golongan ksatria dari India lah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia.

Para Ksatrian ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.

3. J.L. Moens
Moens mencoba menghubungkan proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama.

Ternyata sekitar abad ke-5 ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaanya mengalami kehancuran. Mereka ini nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.

Teori ini diungkap oleh Jc. Van Leur. Dia mengatakan bahwa kebudayaan Hindu-Budha India yang menyebar ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana.

Pendapatnya itu didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa.

Karena hanya golongan Brahmanalah yang menguasasi bahasa dan huruf itu maka sangat jelas disini adanya peranh Brahmana.

Pendapat ini menjelaskan peran aktif orang-orang Indonesia yang mengembangkan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia.

Pendapat mengenai keaktifan orang-orang Indonesia ini diungkapoleh F. D. K Bosch yang dikenal dengan Teori Arus Balik.

Teori ini menyebutkan bahwa banyak pemuda Indonesia yang belajar agama Hindu-Buddha ke India. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali ke Indonesia untuk menyebarkannya.



Sebelum unsur kebudayaan dan agama Hindu-Buddha masuk, masyarakat dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih oleh anggota masyarakatnya.

Seorang kepala suku merupakan orang pilihan yang mengetahui tentang adat istiadat dan upacara pemujaan roh nenek moyangnya dengan baik.

Ia juga dianggap sebagai wakil nenek moyangnya. Ia harus dapat melindungi keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya. Karena itulah larangan dan perintahnya dipatuhi oleh warganya.

Setelah unsur kebudayaan dan agama Hindu-Buddha terjadi perubahan. Kedudukan kepala suku digantikan oleh raja seperti halnya di India.

Raja memiliki kekuasaan yang sangat besar. Kedudukan raja tidak lagi dipilih oleh rakyatnya, akan tetapi diturunkan secara turun temurun.

Raja dianggap sebagai keturunan dewa dan dianggap sebagai puncak dari segala hal dalam negara.


Pengaruh Hindu-Buddha dalam bidang sosial ditandai dengan munculnya pembedaan yang tegas antar kelompok masyarakat. Dalam masyarakat Hindu, pembedaan ini disebut dengan sistem kasta.

Sistem ini membedakan masyarakat berdasarkan fungsinya. Golongan Brahmana (pendeta) menduduki golongan pertama.

Ksatria (bangsawan, prajurit)menduduki golongan kedua. Waisya (pedagang dan petani) menduduki golongan ketiga, sedangkan Sudra (rakyat biasa) menduduki golongan terendah atau golongan keempat.

Adanya pembagian masyarakat berdasarkan kasta berdampak pada perbedaan hak-hak antara golongan-golongan kasta yang berlainan, terutama dalam hal pewarisan harta, pemberian sanksi dan kedudukan dalam pemerintahan.


Sejak terbentuknya jalur perdagangan laut yang menghubungkan India dan Cina, kegiatan perdagangan di Kepulauan Indonesia berkembang pesat.

Daerah pantai timur Sumatera menjali jalur perdagangan yang ramai dikunjungi para pedagang.

Kapal-kapal dagang dari India dan Cina banyak yang singgah untuk menambah persediaan makanan dan minuman, menjual dan membeli barang dagangan, atau menanti waktu yang baik untuk berlayar.

Kemudian, muncul pusat-pusat perdagangan yang berkembang menjadi pusat kerajaan.


Hubungan antara Indonesia dan pusat Hindu-Buddha di Asia berawal dari hubungan dagang antara Indonesia, India dan China.

Hal ini menyebabkan pusat-pusat perdagangan di Indonesia menjadi pusat-pusat Hindu-Buddha. Selanjutnya pusat-pusat ini berkembang menjadi pusat kerajaan dan pusat penyebaran Hindu-Buddha ke berbagai wilayah sesuai dengan cakupan wilayah kerajaan.

Dengan tersebarnya agama Hindu-Buddha, banyak masyarakat di Indonesia yang menganut agama Hindu-Buddha.

Meskipun demikian, sistem kepercayaan terhadap roh halus yang sudah berkembang sejak masa praaksara tidak punah.


Sebelum masuknya unsur kebudayaan dan agama Hindu-Buddha, telah berkembang kebudayaan asli Indonesia.

Kemudian, setelah masuknya unsur kebudayaan dan agama Hindu-Buddha terjadilah proses perpaduan antara dua kebudayaan tersebut. Perpaduan itu disebut akulturasi.

Hasilnya adalah kebudayaan baru yang memiliki ciri khas masing-masing kebudayaan. Contoh hasil akulturasi kebudayaan Hindu-Buddha dengan kebudayaan asli Indonesia antara lain sebagai berikut:

1. Seni Bangunan
Bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya bentuk akulturasi antara unsur budaya Hindu-Buddha dengan unsur budaya asli Indonesia.

Bangunan yang mega, patung-patung perwujudan dewa atau Buddha, serta bagian-bagian candi dan stupa adalah unsur dari India. Bentuk candi-candi di Indonesia pada hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur asli Indonesia.

2. Seni Rupa dan Seni Ukir
Masuknya pengaruh Hindu-Buddha membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat dan seni ukir.

Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada badian dinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada dinding-dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat Sang Buddha.

Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.



Kerajaa Kutai berdiri sekitar abad ke-5 . Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam.

Informasi tentang awal mula Kutai diketahui dari Yupa. Ada tujuh buah Yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli untuk mengetahui sejarah Kerajaan Kutai.

Yupa adalah batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan. Yupa ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Prasasti Yupa ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.

Berdasarkan salah satu isi Prasasti Yupa, kita dapat mengetahui nama-nama raja yang pernah memerintah di Kutai, yaitu Kundungga, Aswawarman dan Mulawarman.

Nama Kundungga tidak dikenal dalam bahasa India, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nama tersebut merupakan nama asli daerah tersebut.

Kudungga mempunyai anak bernama Aswawarman dan cucu yang bernama Mulawarman. Dua nama terakhir merupakan nama yang mengandung unsur India.

Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Hindu pada keluarga keraja itu sudah mulai masuk pada Kudungga yang dibuktikan dengan diberikannya nama Hindu pada anaknya.

Satu di antaranya yupa di Kerajaan Kutai berisi keterangan bahwa raja Mulawarman telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada para brahmana.

Hal ini menjelaskan bahwa kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat Kutai adalah usaha peternakan.

Disamping peternakan, masyarakat Kutai melakukan pertanian. Letak kerajaan Kutai di tepi sungai, sangat mendukung untuk pertanian.

Selain itu, masyarakat Kutai juga melakukan perdagangan. Diperkirakan sudah terjadi hubungan dagang dengan luar.

Jalur perdagangan internasional dari India melewati Selat Makassar, terus ke Filipina dan sampai di Cina. Dalam pelayarannya dimungkinkan para pedagang itu singgah terlebih dahulu di Kutai.


Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di pulau Jawa yang diperkirakan berdiri pada abad ke-5 Masehi.

Berdasarkan catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.

Sumber sejarah mengenai kerajaan Tarumanegara diketahui dari prasasti-prasasti yang ditinggalkannya.

Prasasti itu menggunakan huruf  Pallawa dan bahasa Sansekerta. Sampai saat ini ada ditemukan 7 buah prasasti, yaitu: prasasti Kebon Kopi, prasasti Ciaruteun, prasasi Pasir Awi, prasasti Jambu, prasasti Muara Cianten, dan prasasti Tugu.

Selain itu, sumber lain tentang kerajaan Tarumanegara diperoleh dari catatan seorang musafir Cina yang bernama Fa-Hien. Dalam perjalanan ke India singgah di Y-Po-Ti (Pulau Jawa).

Berdasarkan sumber-sumber tersebut, dapat diperoleh gambaran mengenai kehidupan masyarakat Tarumanegara. Matapencaharianya adalah bertani dan berdagang.

Menurut bertia yang ditulis F-Hien yang diperdagangkan adalah cula badak, kulit penyu dan perak.

Fa-Hien juga menjelaskan di Tarumanegara terdapat tiga agama, yakni agama Hindu, agama Buddha dan kepercayaan animisme. Raja memeluk agama Hindu.

Raja yang terkenal dari Kerajaan Tarumenegara adalah Purnawarman. Ia dikenal sebagai raja yang gagah dan tegas.

Ia juga dekat dekat dengan para brahmana dan rakyatnya. Ia raja yang jujur, adil, dan arif dalam memerintah.

Untuk memajukan bidang pertanian, raja memerintahkan pembangunan irigasi dengan cara menggali sebuah saluran sepanjang 6112 tumbak (11 km).

Saluran itu disebut dengan sungai Gomati. Saluran itu selain berfungsi sebagai irigasi juga untuk mencegah bahaya banjir.


Kerajaan Sriwijaya berdiri sekitar abad ke-7 Masehi. Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah berdiri di Indonesia.

Kerajaan ini mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan dari Selat Malak, Selat Sunda, hingga Laut Jawa.

Sumber sejarah kerajaan Sriwijaya diperoleh dari prasasti yang berasal dari dalam negeri dan prasasti dari luar negeri.

Prasasti yang berasal dari dalam negeri antara lain: prasasti Kedudukan Bukit, prasasti Talang Tuwo, prasasti Telaga Batu, prasasti Kota Kapur, prasasti Berahi, prasasti Palas Pasemah, dan Amonghapasa.

Adapun prasasti yang berasal dari luar negeri antara lain: prasasti Ligor, prasasti Nalanda, prasasti Canton, prasasti Grahi, dan prasasti Chaiya.

Sumber sejarah lain tentang kerajaan Sriwijaya diperoleh dari seorang pendeta Cina yang bernama I-tsing.

Berdasarkan sumber-sumber tersebut, diperoleh keterangan mengenai kerajaan Sriwijaya sebagai berikut:

  1. Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi pusat kegiatan ilmiah agama Buddha di Asia Tenggara
  2. Pulau Bangka dan Jambi Hulu telah ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya pada tahun 686 Masehi
  3. Pada awal abad ke-11 Raja Rajendracola dari Kerajaan Colamandala (India) melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah Sriwijaya. Penyerbuan Colomandala dapat dipukul mundur namun berhasil melemahkan kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Sriwijaya diperkirakan terletak di Palembang, di dekat pantai dan di tepi Sungai Musi. Pada mulanya masyarakat Sriwijaya hidup dengan bertani.

Namun karena berdekatan dengan pantai, maka perdagangan menjadi cepat berkembang. Kemudian perdagangan menjadi mata pencaharian pokok masyarakat Sriwijaya.

Perkembangan perdagangan  didukung oleh letak Sriwijaya yang strategis. Sriwijaya terletak di persimpangan jalur perdagangan Internasional.

Para pedagang dari India ke Cina atau dari Cina ke India singgah dahulu di Sriwijaya, begitu juga para pedagang yang akan ke Cina.

Para pedagang melakukan bongkar muat barang dagangan di Sriwijaya. Dengan demikian, Sriwijaya semakin ramai dan berkembang menjadi pusat perdagangan.

Untuk memperkuat kedudukannya, Sriwijaya membentuk armada angkatan laut yang kuat. Melalui armada angkatan laut ini Sriwijaya mampu menguasai kawasan perairan Asia Tenggara, perairan di Laut Natuna, Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa.

Selain menjadi pusat perdagangan, keraajaan Sriwijaya juga berkembang menjadi pusat agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara.

Menurut catatan pendeta I-tsing, bahwa di Sriwijaya tinggal ribuan pendeta dan pelajar untuk belajar tata bahasa Sanskerta sebagai persiapan kunjungannya  ke India.

Seperti halnya I-tsing, para pendeta Cina lainnya yang akan belajar agama Buddha ke India dianjurkan untuk belajar terlebih dahulu di Sriwijaya selama satu sampai dua tahun.

Disebutkan juga bahwa para pendeta yang belajar agama Buddha itu dibimbing oleh seorang guru bernama Sakyakirti.

Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa kerajaan Sriwijaya sejak abad ke-7 M telahmenjadi pusat kegiatan ilmiah agama Buddha.

Raja yang terkenal dari kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad ke-9 M. 

Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mencapai masa kejayaan. Wilayah kekuasaan Sriwijaya berkembang luas.

Daerah-daerah kekuasaanya antara lain Sumatera dan pulau-pulau sekitar Jawa bagian barat, sebagaian Jawa bagian tengah, sebagian Kalimantan, dan Semenanjung Melayu.

Pada abad ke-11 kekuasaan Kerajaan Sriwijaya mulai mundur. Salah satu penyebabnya adalah penyerbuan besar-besaran ke wilayah Sriwijaya oleh Raja Rajendacola dari Colamandala.

Pada tahun 1017 M, kerajaan Colamandala mengadakan serangan pertama. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1025 M.

Penyerbuan Colamandala dapat dipukul mundur namun kekuatan aramada Sriwijaya mengalami kemunduran. Akibat peperangan ini, banyak kapal Sriwijaya yang hancur dan tenggelam.

Hal ini menyebabkan banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri. Pada tahun 1377 armada laut Majapahit menyerang Sriwijaya. Serangan ini mengakhiri riwayat kerajaan Sriwijaya.



Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada pertengahan abad ke-8. Kerajaan ini diperintah oleh dua dinasti, yaitu dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dan dinasti Sayilendra yang beragama Buddha.

Kedua dinasti itu saling mengisi pemerintahan dan kadang-kadang memerintah bersama-sama.

Sumber sejarah kerajaan Mataram Kuno diperoleh dari prasasti peninggalannya. Prasasti tersebut diantaranya adalah prasasti Canggal, prasasti Kalasan, prasasti Ligor, prasasti Nalanda, prasasti Klurak, dan prasasti Mantyasih.

Kehidupan politik kerajaan Mataram Kuno diwarnai dengan pemerintahan dua dinasti yang silih berganti.

Berdasarkan prasasti Canggal, diketahui Mataram Kuno mula-mula diperintah oleh Raja Sanna, kemudian digantikan oleh keponakannya yang bernama Sanjaya.

Raja Sanjaya memerintah dengan bijaksana sehingga rakyat hidup aman da tenteram. Hal ini terlihat dari prasasti Canggal yang menyebutkan bahwa tanah Jawa kaya akan padi dan emas.

Setelah Raja Sanjaya, Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Panangkaran. Dalam prasasti Kalasan disebutkan bahwa Rakai Panangkaran telah memberikan hadiah tanah dan memerintahkan membangun sebuah candi untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama Buddha.

Tanah dan bangunan tersebut terletak di Kalasan. Hal ini menunjukkan bahwa Rakai Panangkaran mendukung adanya perkembangan agama Buddha.

Sepeninggal Rakai Panangkaran, Mataram Kuno terpecah menjadi dua. Satu pemerintahan dipimpin oleh keluarga Sanjaya yang menganut agama Hindu berkuasa di daerah Jawa bagian selatan.

Satu pemerintah lagi dipimpin oleh keluarga Syailendra yang menganut agama Buddha berkuasa di daerah Jawa bagian utara.

Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sanjaya tertera dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih.

Adapun raja-raja yang berkuasa dari keluarga Syailendra tertera dalam prasasi Ligor, prasasti Nalanda dan prasasti Klurak.

Perpecahan tersebut tidak berlangsung lama. Rakai Pikatan dari keluarga Sanjaya mengadakan perkawinan dengan Pramodhawardhani dari keluarga Syailendra. Melalui perkawinan ini, Mataram Kuno dapat dipersatukan kembali.

Pada masa pemerintahan Pikatan-Pramodhawardani, wilayah Mataram berkembang luas, meliputi Jawa Tengah dan Timur.

Sepeninggal Rakai Pikatan, Mataram Kuno diperintah oleh Dyah Balitung. Ia memerintah pada tahun 898-911 M. Pada masa pemerintahannya, Mataram kuno mencapai puncak kejayaanya.

Raja-raja yang memerintah Matara Kuno selanjutnya, yaitu Raja Daksa memerintah tahun 910-919 M, raja Tulodong memerintah tahun 919-924 M, dan Sri Maharaja Rakai Wawa memerintah tahun 924-929 M.

Pada masa Sri Maharaja Rakai Wawa terjadi bencana meletusnya Gunung Merapi yang memporak-porandakan daerah Jawa Tengah.

Melihat situasi kerajaan yang tidak aman, Mpu Sindok sebagai pejabat dalam pemerintahan Sri Maharaja Rakai Wawa memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur.

Selain terjadinya bencana alam, perpindahan ini disebabkan oleh serangan-serangan dari Sriwijaya ke Mataram. Hal ini mengakibatkan Mataram Kuno semakin terdesak ke wilayah timur.

Kehidupan ekonomi masyarakat Mataram Kuno bersumber dari usaha pertanian karena letana di pedalaman.

Selain pertanian, masyarakat Mataram Kuno juga mengembangkan kehidupan maritim dengan memanfaatkan aliran sungai Bengawan Solo.

Dalam bidang kebudayaan, Mataram Kuno banyak menghasilkan karya berupa candi dan stupa. Keluarga Sanjaya yang beragama Hindu meninggalkan candi-candi seperti kompleks Candi Dieng, kompleks candi Gedongsongo dan Prambanan.

Adapun keluarga Syailendra yang beragama Buddha meninggalkan stupa seperti Borobudur, Mendut, dan Pawon.


Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ibu kotanya terletak di dekat Jombang di tepi Sungai Brantas.

Selanjutnya, Mpu Sindok ini mendirikan dinasti baru bernama dinasti Isyana menggantikan dinasti Syailendra.

Sumber sejarah yang berkenaan dengan kerajaan Medang di Jawa Timur antara lain Prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Ganhakuti. Sumber lain adalah berita dari India dan Cina.

Pendiri kerajaan Mataram (di Jawa Timur) adalah Mpu Sindok sekaligus sebagai raja pertama dengan gelar Sri Maharaja Hino Sri Isana Wikrama Dharmatunggadewa.

Mpu Sindok memerintah tahun 929-948 M. Setelah Mpu Sindok meninggal, ia digantikan oleh anak perempuannya bernama SriIsyanatunggawijaya.

Ia menikah dengan Sri Lokapala dan dikaruniai seorang putra bernama Sri Makutawang yang kemudian naik takhta menggantikan ibunya.

Sri Makutawang Swardhana digantikan oleh Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama. Berdasarkan berita dari Cina, disebutkan bahwa Dharmawangsa pada tahun 990 M mengadakan serangan ke Sriwijaya sebagai upaya mematahkan monopoli perdangangan Sriwijaya, akan tetapi upaya ini mengalami kegagalan.

Pada tahun 1016, Raja Wurawari menyerang Dharmawangsa. Diduga penyerangan ini terjadi atas dorongan kerajaan Sriwijaya.

Serangan ini terjadi saat Dharmawangsa selang melaksanakan perkawinan antara puterinya dengan Airlangga, putera Raja Udayana dari Bali.

Peristiwa ini menewaskan seluruh keluarga raja termasuk Dharmawangsa sendiri. Hanya Airlangga yang berhasil menyelamatkan diri.

Bersama seorang pengikutnya yang bernama Norotama, Airlangga bersembunyi di Wonogiri (hutan gunung) dan hidup sebagai seorang pertapa.

Pada tahun 1019, Airlangga menjadi raja menggantikan Dharmawangsa oleh para pendeta Buddha.

Ia segera mengadakan pemulihan hubungan baik dengan Sriwijaya. Airlangga membantu Sriwijaya ketika diserang Raja Colamandala dari India Selatan.

Selanjutnya pada tahun 1037, Airlangga berhasil memepersatukan kembali daeah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa. Airlangga juga memindahkan ibukota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan.

Pada tahun 1042, Airlangga menyerahkan kekuasaanya pada putrinya yang bernama Sangrama Wijaya Tunggadewi. Namun, putrinya itu menolak dan memilih untuk menjadi seorang petapa dengan nama Ratu Giriputri.

Selanjutnya Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi dua kerajaan, yaitu Panjalu dengan ibukota Daha dan Jenggala yang beribukota di Kahuripan. Hal itu untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dari selir.


Munculnya kerajaan Kediri berawal dari pembagian kerajaan oleh Airlangga menjadi Janggala dan Panjalu (Kediri).

Kedua kerajaan ini dibatasi oleh Kali Brantas. Tujuan Airlangga membagi kerajaan ini adalah untuk mencegah perpecahan antara kedua puteranya.

Setelah Airlangga wafat pada tahun 1049 M, terjadi perang antara Janggala dan Panjalu (Kediri). Perang ini berakhir dengan kekalahan Janggala. Kerajaan ini kembali dipersatukan di bawah kekuasaan Panjalu (Kediri).


Kerajaan Singasari atau sering ditulis Singhasari atau Singosari adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 M.

Sumber sejarah Kerajaan Singasari antara lain diperoleh dari Kitab Pararaton, Kitab Negara Kertagama dan beberapa prasasti, seperti Prasasti Balawi, Maribong, Kusmala, dan Mula-Malurung.


Majapahit adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang berdiri dari sekitar tahun 1293 M. Kerajaan ini dianggap sebagai kerajaan Hindu-Buddha yang terbesar dalam sejarah Indonesia.

Sumber kerajaan Majapahit diantaranya diperoleh dari Kitab Pararaton, Kitab Sutasoma, dan Kitab Negarakertagama.

Selain itu, ada pula beberapa prasasti, diantaranya Prasasti Gunung Butak, Prasasti Kuladu, Prasasti Blambangan, dan Prasasti Langgaran.

Munculnya Kerajaan Majapahit erat hubungannya dengan keruntuhan Kerajaan Singasari. Ketika Singasari diserang oleh Jayakatwang, Raden Wijaya yang merupakan menantu Kertanegara berhasil meloloskan diri.

Raden Wijaya mendapat pertolongan dari Bupati Sumenep bernama Arya Wiraraja. Berkat pertolongannya, Raden Wijaya mendapat pengampunan dari Jayakatwang dan diberi tanah di hutan Tarik dekat Mojokerto. Daerah tersebut kemudian diberi nama Majapahit.

Raden Wijaya kemudian menyusun kekuatan untuk menyerang balik Jayakatwang. Saat Ia melakukan persiapan untuk menyerang Jayakatwang, tentara Mongol tiba di Pulau Jawa.

Tentara ini dikirim oleh Kaisar Kublai Khan untuk menaklukan Kertanegara. Tentara Mongol menyangka Kertanegara masih berkuasa di Singasari. Mereka tidak mengetahui bahwa Kertanegara telah wafat dan kerajaanya jatuh ke tangan Jayakatwang.

Kedatangan tentara Mongol dimanfaatkan oleh Raden Wijaya. Ia segera bergabung dengan tentara Mongol untuk menyerang Jayakatwang.

Dengan mudah, tentara Mongol beserta pasukan Raden Wijaya mengalahkan Jayakatwang. Setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang, tentara Mongol berpesta merayakan kemenangannya.

Ketika tentara Mongol lengah, Raden Wijaya berbalik menyerang mereka. Pasukan Mongol hancur dan sisanya pulang ke negerinya.

Keberhasilan mengalahkan Jayakatwang dan menghancurkan tentara Mongol menghantarkan Raden Wijaya menjadi penguasa di Jawa Timur. Ia mendirikan kerajaan Majapahit dan menjadi raja dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.

Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaanya pada masa Hayam Wuruk yang memerintah tahun 1350-1389 M. Pemerintahan Hayam Wuruk dibantu oleh Gajah Mada.

Menurut kitab Nagara Kertagama, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina.

Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.

Kejayaan Majapahit tidak hanya dalam hal pemerintahan. Dalam bidang ekonomi, Majapahit berkembang menjadi negara agraris dan negara maritim.

Sebagai negara agraris, Majapahit terletak di daerah pedalaman dan dekat dengan aliran sungai sangat cocok untuk pertanian. Hasil utamanya adalah beras.

Untuk meningkatkan pertanian, dilakukan pembuatan saluran pengairan, bendungan, dan pemanfaatan lahan pertanian secara bergiliran. Hal ini dimaksudkan agar tanah tetap subur dan tidak kehabisan lahan pertanian.

Sebagai negara maritim, Majapahit memiliki armada laut yang kuat sehingga mampu mengawasi perairan di Nusantara.

Sejumlah pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa merupakan tempat yang strategis di tengah jalur perdagangan menuju Kepulauan Maluku yang menghasilkan rempah-rempah. Majapahit menjadikan pelabuhan-pelabuhan tersebut sebagai pusat perdangangan.

Beberapa kota pelabuhan yang penting pada zaman Majapahit, antara lain Canggu, Surabaya, Gresik, Sedayu, dan Tuban. Pada waktu itu banyak pedagang dari luar seperti dari Cina, India, dan Siam.

Pada masa kerajaan Majapahit, bidang sastra mengalami kemajuan. Karya sastra yang terkenal adalah kitab Negarakertagama. Selain kitab sastra, Negarakertagama juga merupakan sumber sejarah.

Kitab lain yang terkenal adalah Sutasoma. Kitab ini memuat kata-kata yang sekarang menjadi semboyan negara Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika.

Bidang seni bangunan juga berkembang. Banyak bangunan candi telah dibuat. Misalnya Candi Panatara dan Sawentar di daerah Blitar, Candi Tigawangi dan Surawana di dekat Pare, Kediri, serta Candi Tikus di Trowulan.



Bangunan candi dan stupa ada yang didirikan sebagai tempat pemujaan dan ada pula yang didirikan sebagai makam.

Bangunan yang digunakan agama Hindu contohnya antara lain candi Prambanan, candi Sukuh, candi Canggal, candi Gedong Songo.

Adapun banguna yang digunakan agama Buddha contohnya antara lain Borobudur, Mendut, Sewu, dan Plaosan.


Gapura adalah bangunan berupa pintu gerbang .

Gapura ada yang beratap dan berdaun pintu dan ada yang menyerupai candi terbelah dua. Gapura yang beratap disebut Paduraksa dan yang terbelah dua disebut Bentar.

Contoh bangunan gapura diantaranya adalah Gapura Wringin Lawang di Trowulan peninggalan Kerajaan Majapahit.


Petirtaan adalah pemandian suci di kalangan istana. Misalnya petirtaan Tirtha Empul dan Jolotondo.


Bentuk patung Hindu tidak sama dengan bentuk patung Buddha. Patung Hindu umumnya berbentuk dewa-dewi, tokoh, dan makhluk mistik.

Misalnya Patung Raja Airlangga berbentuk patung dewa wisnu sedang menunggang garuda, dan paung Ken Dedes dalam wujud Dewi Prajnaparamita.

Adapun patung Buddha, bentuknya mewujudkan Sang Buddha Gautama sendiri. Patung Buddha tampil dalam berbagai posisi.

Misalnya sikap shyana-mudra yaitu sikap tangan sedang bersemadi atau sikap wara-mudra yaitu sikap tangan sedang memberi anugerah.


Relief adalah seni pahat pada dinding suatu bangunan atau candi.

Relief itu melukiskan suatu cerita. Contohnya adalah cerita Ramayana yang dipahat pada dinding candi Prambanan.


Prasasti merupakan tulisan pada batu yang memuat berbagai informasi tentang sejarah, dan peringatan atau catatan suatu peristiwa.

Misalnya Prasasti Canggal, Prasasti Ciateun, Prasasti Talang Tuo, dan Prasasti Kota Kapur.


Kitab merupakan karangan berupa kisah, catatan, laporan tentang suatu peristiwa atau sejarah. Isi kitab tidak berupa kalimat langsung melainkan rangkaian puisi indah dalam sejumlah bait.

Ungkapan dalam bentuk puisi ini biasa disebut kakawin. Kitab-kitab peninggalan masa Hindu-Buddha antara lain adalah Kakawin Bharatayuda karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, Kitab Negara Kertagama karya Mpu Prapanca, dan Sutasoma karya Mpu Prapanca.






Sumber https://geograpik.blogspot.com/2020/03/aktivitas-manusia-dalam-memenuhi.html


Komentar

Posting Komentar